Sabtu, 06 September 2008

Persaingan antar stasiun TV tidak sehat

Televisi di tanah air sudah menjadi Industri Penyiaran, yang mau tidak mau, masing-masing stasiun berupaya menarik perhatian pemirsa dengan berbagai acara unggulan yang diminati oleh masyarakat. Jika ada stasiun televisi yang tidak berorientasi pada kebutuhan dan keinginan pemirsa, maka akan ditinggalkan.

Tidak mengherankan, TV swasta Nasional berlomba-lomba memproduksi acara unggulan dan harus berkiblat ke AC Nielsen (sebuah lembaga survey rating acara TV) serta menjadikan dewa bagi seluruh stasiun TV Nasional, karena mampu mempengaruhi para pemasang iklan, berebut kapling di acara yang banyak ditonton.

Dari data yang diperolah dari sebuah stasiun televisi swasta nasional, acara unggulan mereka dapat meraup iklan dengan keuntungan mencapai 1 Trilliun rupiah dari penjualan iklan dan program acara per-tahun. Betapa tidak, sebuah iklan dengan durasi 30 detik, dijual seharga Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah) dan iklan rokok mampu dijual seharga Rp 10 juta hingga 15 juta rupiah per-spot (sekali tayang). Begitu juga dengan acara Talkshow, durasi 30 menit dijual seharga Rp 60 juta rupiah dan durasi 60 menit, dijual Rp 120 juta hingga Rp 150 juta rupiah.

Namun apa yang terjadi di TV swasta Lokal, saking susahnya mencari iklan, TV swasta lokal membanting harga hingga Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) per-sekali tayang TVC atau seharga 1 persen dari tarif iklan swasta nasional. Program acara Talkshow durasi 60 menit, dijual seharga Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah).
Secara logika, tidak masuk diakal, kok bisa mereka menjual iklan TVC semurah itu, dan menjual program acara, jauh dari harga normal,. dimana letak hitungan ekonominya. Apakah ini merupakan keberhasilan sebuah stasiun swasta lokal atau merupakan kemunduran dari TV swasta lokal.
Dimanakah peran regulasi dari KPID untuk mengatur masalah harga dan persaingan tidak sehat ini. Beberapa Stasiun swasta lokal, yang memiliki modal pas-pasan, pasti akan mati secara perlahan, karena pengaruh persaingan tidak sehat dari stasiun tetangga yang menjual dengan harga murah.

Menurut UU.RI no.32 tahun 2002, tentang Penyiaran Pasal 8 ayat 3 berbunyi, KPI di tingkat pusat dan KPID di tingkat daerah, mempunyai tugas dan kewajiban point c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait. Namun kenyataan dilapangan, KPID di daerah tutup mata dengan persaingan yang tidak sehat ini, dan banyak pihak dirugikan.

Para pengamat ekonomi menyatakan, resep keberhasilan menghadapi Persaingan Global, pertama, semua pihak harus memainkan produknya dengan harga murah (Low price) seperti yang dilakukan produk-produk dari China, kedua, kualitas barang yang prima, ketiga, pelayanan yang baik (cepat dalam pendistribusian) dan keempat, cepat merespon jika ada klaim dari mitra atau customer.

Harga murah inilah yang dimainkan oleh beberapa Industri Media massa termasuk TV Lokal. Namun masuk diakalkah, dengan harga yang murah sebuah Televisi bisa survive...? Berapa BEP yang harus dimainkan dan berapa lama akan kembali modal jika TVC atau program acara dijual dengan murah….?

Untuk mengatur hal ini, perlu regulasi dari KPID di daerah dan dimana perannya KPID saat ini...? Stasiun televisi, dibeberapa daerah banyak yang kolap, karena masalah tingginya biaya operasional.

Akan dibiarkankah TV swasta lokal lainnya mati karena rendahnya harga TVC dan jual program acara yang murah dari oknum TV swasta lokal .....?
Semua berpulang kepada hatinurani kita semua.......

Tidak ada komentar: